Bisakah kita menjadi teman lagi dengan diri kita sendiri?

By Awanda Gita - April 13, 2020


"semangat -awan"

Menurutku, kita akan selalu bermusuhan dengan diri kita sendiri sampai ada kata sepakat diantara itu yaitu “ikhlas”
 
Masa perkuliahan adalah masa dimana kita belajar tentang banyak hal, utamanya tentang manajemen diri. Nggak heran kalau di tahun pertama aku dan teman-teman sudah disuguhi berbagai macam pelatihan untuk mengembangkan kemampuan ini, tujuannya adalah agar kami bisa bertahan dan mengembangkan diri di kampus. Ada banyak hal yang terjadi selama empat tahun kuliah, dan di sini juga aku banyak belajar bagaimana bisa bikin semua rintangan menjadi hal yang bisa dilalui meskipun dengan peluh dan tangis. 

Tahun pertama adalah tahun yang selalu membuat tangan bergetar, meski hanya untuk mengangkat tangan dan bertanya. Di tahun ini aku melihat banyak perbedaan yang terjadi, seperti harus merantau ke luar kota dan mengatur keuangan sendiri. Belum lagi ketika hari pertama masuk kampus, adaptasi dengan lingkungan pertemanan dan mata kuliah itu nggak mudah. Rasanya ketika melihat teman-temanku dengan mudah membalikkan rumus-rumus menjadi sebuah jawaban di kertas, aku ngerasa paling bodoh. Tiap kali dosen mata kuliah umum pelajaran kalkulus memberikan kesempatan untuk mengerjakan di papan aku selalu diam. Padahal, seumur-umur dari SD-SMA aku selalu siap buat maju kapanpun itu. Otak rasanya seperti di shut down, meskipun udah berusaha milih kursi paling depan. Sampai pada suatu minggu aku kembali ke rumah dan menangis di depan ibu. Aku menyampaikan keluhanku dan niatku untuk pindah kampus atau berhenti kuliah karena nggak kuat rasanya. Ibu memperbolehkan aku berhenti kuliah dan segala keputusan yang aku ambil dengan konsekuensi aku nggak akan pernah bilang menyesal di akhir nanti. Sejak ibu mengatakan hal seperti itu, aku jadi mikir dua kali untuk merealisasikan niat gegabahku itu. Aku ingat betul perjalanan tiga tahun untuk bisa masuk ke kampus yang aku cita-citakan ini nggak mudah, segampang itu aku bilang untuk keluar. Benar kata ibu kalau aku terlalu kecil hati. Tahun pertama berlalu dengan motivasi “bertahan, sedikit lagi”

Tahun kedua aku dihadapkan dengan mata kuliah yang semakin nggak jelas, susah, nggaktahu harus bayanginnya seperti apa, namun di tahun ini aku mulai merasakan kenyamanan di lingkungan pertemanan. Kegiatan kepanitiaan semakin banyak, kami dituntut untuk aktif selain dituntut, ini juga bentuk realisasi materi pengembangan diri yang sudah kami terima di tahun lalu. Aku daftar di suatu kepanitiaan dengan harapan dapat diterima dan banyak belajar di sana, tapi ternyata ditolak. Aku nggak ada kemampuan spesifik seperti desain atau punya ide cemerlang buat bikin konsep acara. Aku yakin alasannya adalah tentang masalah kemampuan. Dari situ aku ngerasa nggak mampu juga berkontribusi di bidang selain akademik, udah dari situ mikirnya aneh-aneh, tapi aku coba lagi untuk ikut kegiatan selain itu. Sampai pada suatu titik, aku nemuin secercah harapan untuk kembali bersemangat yaitu ketika “Dia” yang selalu menyapa ternyata punya senyum yang indah. Tahun kedua berakhir dengan motivasi “mengejar cinta”. Sebelum akhirnya aku sadar bahwa motivasi ini adalah semacam pengalihan isu yang memunculkan masalah baru.

Tahun ketiga waktunya bertransformasi. Tahun ini rasanya aku kembali dibangunkan dari diriku yang lalai sebelumnya, mana mungkin aku bisa mengambil motivasi “mengejar cinta” di tengah-tengah kesibukan yang belum bisa aku tangani sendiri.  Tahun ini aku sadar bahwa kelalaianku kemarin telah mengantarkan aku untuk memperluas kesempatan beasiswaku untuk dicabut, sekali lagi lengah, hempas sudah. Bagaimana aku bisa seceroboh ini menjadi bucin (budak cinta). Di tahun ini aku kembali menyibukkan diri di luar kegiatan akademik, aku mencoba mengikuti organisasi kampus. Di sana aku diterima dengan baik, diajari dan membelajari. Di organisasi kampus aku belajar banyak hal, meskipun aku bukan tipe mahasiswa yang rela menghabiskan waktu istirahatnya untuk mengikuti kajian sampai subuh, tapi aku tetap berusaha berkontribusi banyak di sini. Banyak individu-individu ber-idealisme di sini, yang menyebabkan kesulitan baru. Ide dan pendapatku sering sekali mengalami penolakan secara implisit. Ini waktu-waktu dimana prinsipku dibenturkan dengan prinsip orang lain. Mau nangis rasanya. Dari sini aku menyesalkan bahwa diriku terlalu cepat menyimpulkan bahwa aku nggak dihargai. 

Tahun keempat waktu dimana mata kuliah yang diambil adalah mata kuliah pilihan, sesuai peminatan. Tahun ini aku mulai OVERTHINKING tentang apa yang harusnya dilakukan setelah masa perkuliahan. Tentang “menjadi apa” aku setelah ini. Aku rasa motivasi “bertahan, sedikit lagi” di tahun pertama sudah musnah. Aku menganggap bahwa ketika aku sudah lulus nanti, aku akan benar-benar dilepas oleh kampus menuju dunia yang sesungguhnya. Banyak banget yang bikin nggak nyaman di masa-masa akhir perkuliahan ini ketika fokusku beralih untuk melihat orang lain. Teman-teman sudah banyak yang lulus, ada yang sudah kerja bahkan punya bisnis sendiri. Tapi entah, walau hanya SATU PERSEN refleksi diri yang aku lakukan setiap hari, aku yakin bahwa ini dapat membuatku sanggup untuk mengusahakan apapun hal yang baik. 

Sampai aku teringat kata-kata Pakpuh “Ibaratnya, kamu itu seperti ikan, ketika SD kamu dibesarkan di akuarium, SMP-SMA kamu dipindahkan ke sungai, sampai saat kamu kuliah dipindahan ke laut dan nanti bakal dipindahkan lagi ke samudera, kamu bukan orang yang spesial lagi, karena duniamu semakin luas”

Dari sini aku sadar bahwa kebahagiaan itu bukan dicari tapi diciptakan, aku masih terus belajar untuk tidak memusuhi diri sendiri, tapi perlahan-lahan membangunkan, menyadarkan, menertawakan tanpa menghujat sama seperti teman.
Jadi, bisakah menjadi teman lagi dengan diri kita sendiri?
Jawabanku bisa, tinggal kita sendiri yang memutuskan. Karena diri sendiri adalah tempat pulang yang paling nyaman untuk bercerita.

Aku belum lulus sih ini, masih nulis skripsi, doakan semoga cepat selesai ya!! :) Salam semangat untuk teman-teman yang sedang berjuang menyelesaikan skripsi juga.

#SatuPersenBlogCompetition

  • Share:

You Might Also Like

4 komentar

  1. Salam kenal ya alwanda gita. Aku juga ikut kompetisi ini, Dan sebagai penulis awam Aku menyukai tulisanmu. Oya Aku merasa senasib aja karna sama" lg nulis skripsi jg. Semangat ya kamu..terus berkarya☺️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo salam kenal juga, seneng banget bisa dikomen, semangat juga buat kamu, semoga dilancarkan juga skripisnya ya :)

      Hapus
  2. Dan untuk dpt bertahan di laut kita harus diajarkan banyak gaya. Sebelum akhirnya benar-benar diterjunkan ke samudera. OMG relate banget sih ini🙈, tetap semangat mbaa , saya jg lagi skripsi 😌 semoga cepat lulus!

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduh aku juga baru kemarin denger tentang "banyak gaya" ini spt yang mba bilang :) hehe, semangat yaa mba skripsinyaaa semoga dilancarkan

      Hapus