Sesungguhnya, tulisan itu bukan dari teman-teman, melainkan dari aku,
jika kamu tahu. Waktu masih berjalan normal, pikiran masih riang dan
dinding yang berusaha dibangun masih terjaga, kokoh walaupun angin
mencoba tetap merobohkannya ketika kamu memilih mencoba untuk
mengkotakku lagi. Yasudah aku biarkan saja tanpa memikirkan hal-hal lain
yang membuatku tidak menikmati pengalaman luar biasa ini.
Ada
dua agenda hari ini, tanggal 14 Juni 2019, yaitu mengunjungi Tokyo
skytree dilanjut pergi ke Shibamata, karena harga tiket kereta dari
stasiun terdekat kami lebih murah untuk pergi ke Shibamata dahulu,
yausudah kami putuskan untuk ke Shibamata saja dilanjut ke Tokyo skytree
yang ada si Sumida setelahnya. Kami menaiki kereta dari Hirai sta.
menuju Koiwa sta, namun bodohnya belum sempat kami membaca list stasiun
yang dilewati, kami sudah memutuskan untuk turun di Shin-Koiwa.
Sempat
bingung, kami berputar-putar di pintu masuk stasiun, apalagi posisi IC
card kami sudah tertempel, yang menandakan bahwa perjalanan kita sudah
terhitung (alias sudah bayar padahal belum sampai stasiun tujuan). Kami
berpikir kalau kami hanya tetap menduga-duga sendiri hasilnya malah
bingung sendiri dan makin tersesat, yasudah kami putuskan untuk bertanya
ke petugas stasiun dekat pintu IC. Seperti orang Jepang lainnya yang
telah kami temui, mbak-mbak ini juga pakai bahasa Jepang, yasudah kami
gas saja pakai bahasa Inggris biar orangnya menyesuaikan. Dilihatkan
kami sebuah peta jalur lintas kereta yang sangat banyak jenisnya, lalu
mbaknya mulai berpikir sembari melihat, membolak balik petanya dan
akhirnya menjelaska bahwa kami kurang satu stasiun pagi. Akhirnya kartu
kami diminta untuk dikembalikan saldo yang telah berkurang akibat salah
stasiun. Batinku "Baik banget, jujur banget, wah keren sih, mungkin
kalau orang nakal bisa aja nih kaga dikasih tau buat dibalikin saldonya"
Langsung deh kami tancap gas melanjutkan perjalanan kami menuju ke stasiun Koiwa untuk selanjutnya ke Shibamata.
Untuk
menuju ke Shibamata, kami harus menggunakan "non step bus" dengan
melalui beberapa stop. Sesampainya di Shibamata kami mencari objek
wisata terdekat yang bisa kami kunjungi (harusnya di arrange dulu gaes
tempat mana yang mau dikunjungi sebelum memutuskan ke distrik tersebut,
ini jangan ditiru dasar kami selalu mendadak (hahaha)), untungnya
objek-objek wisata terkenal letaknya sangat dekat dengan posisi kami
sekarang, diantaranya adalah objek wisata Taishakuten temple, yang
letaknya berada dalam 1 blok dengan objek wisata lainnya seperti
Yamamoto-Tei (taman dan rumah-rumah khas Jepang), Tora san's museum
(tapi harus bayar, tempat masuknya di depan Yamamoto-Tei), serta Tora
san's statue yang tepat berada di depan stasiun Shibamata (Shibamata
sta.)
Kami menelusuri Taishakuten temple, aku sungguh menyesal
karena sebelumnya aku nggak "doing research" dulu tentang sejarah kuil
ini, (perlu diingat teman-teman doing so many researches dulu sebelum
pergi ke suatu tempat, at least kamu tahu dasar tempat itu dibangun).
Gara-gara semua niatnya ambil foto dan lihat-lihat saja kami semua baru
tahu segelintir sejarah taishakuten temple dari bapak-bapak (aku gatau
sih dia pemandu atau apa, yang jelas dia traveller, dia cerita-cerita
juga kalau dia mau ke Indonesia bulan depan untuk jalan-jalan, dia tahu
sate dan nasi goreng (wah senengnya). Bapak-bapak ini kira-kira usianya
udah 70 tahunan, ia menjelaskan kenapa kuil ini terkenal sambil membawa
foto-foto seperti artis Jepang (tapi aku gaktau namanya), sambil
tangannya dan suaranya gemetaran, karena sudah sepuh.
Setelah
aku riset alangkadarnya, ternyata kuil ini terkenal karena aksi Kiyoshi
Atsumi (Tora San) yang merupakan pemeran utamaa dalam film It’s Tough
Being a Man” (Otoko wa tsurai yo)
Aku, Sena dan Habiba
berkesempatan masuk ke dalam kuil, melihat banyak wisatawan sedang
berdoa di dalam, sedangkan Anis, Umirul dan Iftyna lebih memilih
berfoto-foto di depan. Kami bertiga berniat meneruskan masuk ke dalam
area kuil, namun ternyata untuk masuk ke dalam sana harus membayar
sekitar ¥300, ah kamipun langsung bertolak menghampiri empat teman kami
yang lain, karena mengingat budget kami terbatas. Pikirku "Ah aku akan
kembali kesini lagi" (semogaaaa)
Setelah puas berfoto di depan
kuil, kami menyusuri pasar, yang berada di depan kuil, banyak lapak yang
berdiri disana, seperti lapak penjual makanan, hiasan, dan sebagainya.
Kami bertemu banyak orang-orang Jepang yang berusia lanjut disana,
katanya sih memang Shibamata adalah kota tua, jadi tak heran objek
wisatanya banyak dijadikan desnitasi liburan para lansia disana, mereka
ramah-ramah, ada pula yang meminta kami berpose untuk difoto, ibu ini
bilang "Kawai" terus aku dan Habiba disuruh berpose, dia mengambil
kamera hp lipatnya dan memotret kami.
"Arigato gozaimas" bilangnya sambil menundukkan muka
Ada
orang Jepang juga yang tanya, "where are you from?", bapak-bapak gitusih,
terus kami bilang Indonesia, soalnya pertama kali kami dikira orang
Malaysia.
Ada pengalaman nggak enaknya juga waktu itu ada
bapak-bapak bertiga atau berdua ya aku lupa tanya-tanya juga where are
you from, dengan gayanya yang senyam senyum mereka bilang kami dari
Taiwan, rasa hati kok ragu ya ngomong sama orang ini, ternyata Umirul
tiba-tiba mau dipeluk (paraah) ternyata orang ini mabuk, untung saja
Umirul dengan sigap langsung menjauh (kata mbak Chiyak sih kalau di
Jepang minum-minum sampai mabuk sudah biasa, OMG)
Sudah capek
berkelana di pasar depan kuil, kami melanjutkan perjalanan menuju
Yamamoto-Tei dan shalat dhuhur jamak Ashar di paguyuban kecil (seperti
gazebo), banyak orang-orang yang lalu lalang dan tak sedikit dari mereka
yang mengarahkan pandangan ke kami, ada bapak-bapak yang tanya terus
nunjuk-nunjuk atas karena gaktau bahasanya, jadi aku ngangguk aja,
kiranya dia mengatakan bahwa kami sedang shalat, karena tuhan yang maha
kuasa berada di atas kami (kurang lebih seperti itu).
Setelah
shalat, kami melanjutkan perjalanan mengitari Yamamoto-Tei untuk
berfoto, kami sampai di bagian atas museum Tora San (namun dari luar,
karena kami tidak masuk) melanjutkan foto-foto disana karena kami
menemukan spot foto yang bagus, padahal hanya dengan spot sebuah kursi
panjang.
Setelah puas berfoto (hingga semua orang yang lewat
melihati kami karena kami sibuk sendiri dan ketawa ketiwi). Kami
melanjutkan perjalanan menuju Skytree di Sumida dengan menggunakan
kereta melalui Shibamata sta. Namun sebelum itu, kami memutuskan untuk
mampir sebentar di Sevel membeli makan siang.
Selalu bingung pas
waktu beli makan di Sevel, karena kudu bener-bener milih makanan yang
halal (at least bahannya). Untuk pertama kalinya aku memutuskan untuk
membeli ayam (biasanya makan mie instan/onigiri) karena seriusan,
onigirinya nggak enak :( (maklum saya punya lidah orang jawa) but how
can my friends say that was delicious?
Aku beli nasi yang aku
suruh untuk diangetin mbak-mbak kasirnya di microwave sama makan ayam.
Gak sabar dong makan ayam yang katanya "Spicy" itu, ah tapi pas aku
makan nggak ada sensasi pedas-pedasnya sama sekali, nampaknya selera
pedas orang Indonesia memang yang terbaik (hahaha).
Setelah
kenyang makan di depan stasiun, kami menyempatkan foto dahulu disamping
patung Tora San. Setelahnya, baru kami melanjutkan perjalanan dengan
menggunakan kereta dari Shibamata Sta menuju Tokyo Skytree sta. yang
letaknya berada di Sumida.
Hari itu pukul kurang lebih 15.00
waktu setempat kami sampai di Sumida, dan berusaha mencari spot foto
yang bagus dengan background Tokyo Skytree. Sebelum saling memotret diri
kami masing-masing, kami sibuk membuat foto tulisan dengan background
skytree (termasuk aku) (kutuliskan yang salah satunya untukmu),
kusampaikan kata itu di Sumida, kamu menjawab dengan singkat, kamu terus
mengontak, dinding yang coba dibangun ini mulai goyah (dan lupakan hal
itu).
Kami berenam melanjutkan untuk menelusuri jalanan pinggir
sungai sampai ujung, hingga mendapat spot yang bagus, kami berfoto dan
bertemu teman travelling dari Hongkong untuk kami minta tolong
memfotokan. Mbaknya cantik dan ramah banget :)
Kami berniat untuk
menunggu skytree hingga malam, kata anak-anak lightingnya bagus kalau
malam hari, tapi udah keburu nggak sabar akhirnya kami pindah tempat.
Kami memutuskan untuk jalan dan masuk Tokyo Solamachi Mall untuk melihat
skytree dari bawahnya langsung. Hmm sebenernya kalau mau masuk(naik ke
atas skytree) kami bisa melihat keindahan Kota Tokyo di malam hari,
namun gara-gara budget kami tipis, jadi kami kembali memilih untuk tidak
naik ke atas (sedih, tapi aku yakin bakal balik ke sini lagi kok)
(hehe).
Umirul memutuskan shalat maghrib di belakang pagar semak
tempat kami duduk di depannya, sedangkan aku teman-teman lainnya lebih
memilih untuk shalat di hotel saja. Sepulang dari Mal, kami memutuskan
untuk kembali ke Edogawa-Ku untuk kembali ke Hotel. Kami pulang menaiki
kereta lagi dari Skytree sta. Nah sebelum pulang kami selalu
"men-tracking line" dahulu untuk mengetahui rute temurah (haha) "selagi
ada yang murah ngapain pilih yang mahal" (semboyan anak-anak)
Sebenarnya
sebelum memilih untuk menggunakan kereta, pilihan rute termurah adalah
menggunakan bus. Kami jalan menyusuri jalan di Sumida menengok kanan
kiri mencocokkan mana pemberhentian bus yang menuju Hirai, namun setelah
kurang lebih 30 menit menunggu tanpa kepastian dan ketakutan untuk
nyasar lebih besar daripada meninggikan budget transport, kami memilih
untuk kembali ke skytree sta. Masuk di stasiunpun kami salah haha, yang
harusnya masuk dari B2 kami masuk dari B1, ahhh dasar:(. Posisi kaki
kami saat itu sudah pegal-pegal, seharian berjalan mondar-mandir. Sena
selalu menghitung berapa kilometer kami sudah berjalan tiap
harinya.
Kami membawa donat dari Sumida untuk makan malam hari
itu, murah 1 donat hanya dihargai ¥108 untuk krim cinnamon, aku
membelinya 1, teman-teman ada yang memilih rasa greentea dan adapula
yang coklat, cuman agak lebih mahal ¥148.
Kami pulang, sesampainya di hotel kami langsung menyantap donat yang kami beli, bersiap tidur dan memulai tur baru di hari berikutnya
Under Tokyo Skytree (Ketika Azuzu belum tiba) |
Habiba yang sedang khusyuk shalat di Yamamoto-Tei |
Taishakuten Temple |
Tora-San's statue (in front of Shibamata sta) |
0 komentar