Aku sampaikan kata di Sumida

By Awanda Gita - Juni 25, 2019

Sesungguhnya, tulisan itu bukan dari teman-teman, melainkan dari aku, jika kamu tahu. Waktu masih berjalan normal, pikiran masih riang dan dinding yang berusaha dibangun masih terjaga, kokoh walaupun angin mencoba tetap merobohkannya ketika kamu memilih mencoba untuk mengkotakku lagi. Yasudah aku biarkan saja tanpa memikirkan hal-hal lain yang membuatku tidak menikmati pengalaman luar biasa ini.

Ada dua agenda hari ini, tanggal 14 Juni 2019, yaitu mengunjungi Tokyo skytree dilanjut pergi ke Shibamata, karena harga tiket kereta dari stasiun terdekat kami lebih murah untuk pergi ke Shibamata dahulu, yausudah kami putuskan untuk ke Shibamata saja dilanjut ke Tokyo skytree yang ada si Sumida setelahnya. Kami menaiki kereta dari Hirai sta. menuju Koiwa sta, namun bodohnya belum sempat kami membaca list stasiun yang dilewati, kami sudah memutuskan untuk turun di Shin-Koiwa.

Sempat bingung, kami berputar-putar di pintu masuk stasiun, apalagi posisi IC card kami sudah tertempel, yang menandakan bahwa perjalanan kita sudah terhitung (alias sudah bayar padahal belum sampai stasiun tujuan). Kami berpikir kalau kami hanya tetap menduga-duga sendiri hasilnya malah bingung sendiri dan makin tersesat, yasudah kami putuskan untuk bertanya ke petugas stasiun dekat pintu IC. Seperti orang Jepang lainnya yang telah kami temui, mbak-mbak ini juga pakai bahasa Jepang, yasudah kami gas saja pakai bahasa Inggris biar orangnya menyesuaikan. Dilihatkan kami sebuah peta jalur lintas kereta yang sangat banyak jenisnya, lalu mbaknya mulai berpikir sembari melihat, membolak balik petanya dan akhirnya menjelaska bahwa kami kurang satu stasiun pagi. Akhirnya kartu kami diminta untuk dikembalikan saldo yang telah berkurang akibat salah stasiun. Batinku "Baik banget, jujur banget, wah keren sih, mungkin kalau orang nakal bisa aja nih kaga dikasih tau buat dibalikin saldonya"

Langsung deh kami tancap gas melanjutkan perjalanan kami menuju ke stasiun Koiwa untuk selanjutnya ke Shibamata.

Untuk menuju ke Shibamata, kami harus menggunakan "non step bus" dengan melalui beberapa stop. Sesampainya di Shibamata kami mencari objek wisata terdekat yang bisa kami kunjungi (harusnya di arrange dulu gaes tempat mana yang mau dikunjungi sebelum memutuskan ke distrik tersebut, ini jangan ditiru dasar kami selalu mendadak (hahaha)), untungnya objek-objek wisata terkenal letaknya sangat dekat dengan posisi kami sekarang, diantaranya adalah objek wisata Taishakuten temple, yang letaknya berada dalam 1 blok dengan objek wisata lainnya seperti Yamamoto-Tei (taman dan rumah-rumah khas Jepang), Tora san's museum (tapi harus bayar, tempat masuknya di depan Yamamoto-Tei), serta Tora san's statue yang tepat berada di depan stasiun Shibamata (Shibamata sta.)

Kami menelusuri Taishakuten temple, aku sungguh menyesal karena sebelumnya aku nggak "doing research" dulu tentang sejarah kuil ini, (perlu diingat teman-teman doing so many researches dulu sebelum pergi ke suatu tempat, at least kamu tahu dasar tempat itu dibangun). Gara-gara semua niatnya ambil foto dan lihat-lihat saja kami semua baru tahu segelintir sejarah taishakuten temple dari bapak-bapak (aku gatau sih dia pemandu atau apa, yang jelas dia traveller, dia cerita-cerita juga kalau dia mau ke Indonesia bulan depan untuk jalan-jalan, dia tahu sate dan nasi goreng (wah senengnya). Bapak-bapak ini kira-kira usianya udah 70 tahunan, ia menjelaskan kenapa kuil ini terkenal sambil membawa foto-foto seperti artis Jepang (tapi aku gaktau namanya), sambil tangannya dan suaranya gemetaran, karena sudah sepuh.

Setelah aku riset alangkadarnya, ternyata kuil ini terkenal karena aksi Kiyoshi Atsumi (Tora San) yang merupakan pemeran utamaa dalam film It’s Tough Being a Man” (Otoko wa tsurai yo)

Aku, Sena dan Habiba berkesempatan masuk ke dalam kuil, melihat banyak wisatawan sedang berdoa di dalam, sedangkan Anis, Umirul dan Iftyna lebih memilih berfoto-foto di depan. Kami bertiga berniat meneruskan masuk ke dalam area kuil, namun ternyata untuk masuk ke dalam sana harus membayar sekitar ¥300, ah kamipun langsung bertolak menghampiri empat teman kami yang lain, karena mengingat budget kami terbatas. Pikirku "Ah aku akan kembali kesini lagi" (semogaaaa)

Setelah puas berfoto di depan kuil, kami menyusuri pasar, yang berada di depan kuil, banyak lapak yang berdiri disana, seperti lapak penjual makanan, hiasan, dan sebagainya. Kami bertemu banyak orang-orang Jepang yang berusia lanjut disana, katanya sih memang Shibamata adalah kota tua, jadi tak heran objek wisatanya banyak dijadikan desnitasi liburan para lansia disana, mereka ramah-ramah, ada pula yang meminta kami berpose untuk difoto, ibu ini bilang "Kawai" terus aku dan Habiba disuruh berpose, dia mengambil kamera hp lipatnya dan memotret kami.
"Arigato gozaimas" bilangnya sambil menundukkan muka

Ada orang Jepang juga yang tanya, "where are you from?", bapak-bapak gitusih, terus kami bilang Indonesia, soalnya pertama kali kami dikira orang Malaysia.

Ada pengalaman nggak enaknya juga waktu itu ada bapak-bapak bertiga atau berdua ya aku lupa tanya-tanya juga where are you from, dengan gayanya yang senyam senyum mereka bilang kami dari Taiwan, rasa hati kok ragu ya ngomong sama orang ini, ternyata Umirul tiba-tiba mau dipeluk (paraah) ternyata orang ini mabuk, untung saja Umirul dengan sigap langsung menjauh (kata mbak Chiyak sih kalau di Jepang minum-minum sampai mabuk sudah biasa, OMG)

Sudah capek berkelana di pasar depan kuil, kami melanjutkan perjalanan menuju Yamamoto-Tei dan shalat dhuhur jamak Ashar di paguyuban kecil (seperti gazebo), banyak orang-orang yang lalu lalang dan tak sedikit dari mereka yang mengarahkan pandangan ke kami, ada bapak-bapak yang tanya terus nunjuk-nunjuk atas karena gaktau bahasanya, jadi aku ngangguk aja, kiranya dia mengatakan bahwa kami sedang shalat, karena tuhan yang maha kuasa berada di atas kami (kurang lebih seperti itu).

Setelah shalat, kami melanjutkan perjalanan mengitari Yamamoto-Tei untuk berfoto, kami sampai di bagian atas museum Tora San (namun dari luar, karena kami tidak masuk) melanjutkan foto-foto disana karena kami menemukan spot foto yang bagus, padahal hanya dengan spot sebuah kursi panjang.

Setelah puas berfoto (hingga semua orang yang lewat melihati kami karena kami sibuk sendiri dan ketawa ketiwi). Kami melanjutkan perjalanan menuju Skytree di Sumida dengan menggunakan kereta melalui Shibamata sta. Namun sebelum itu, kami memutuskan untuk mampir sebentar di Sevel membeli makan siang.

Selalu bingung pas waktu beli makan di Sevel, karena kudu bener-bener milih makanan yang halal (at least bahannya). Untuk pertama kalinya aku memutuskan untuk membeli ayam (biasanya makan mie instan/onigiri) karena seriusan, onigirinya nggak enak :( (maklum saya punya lidah orang jawa) but how can my friends say that was delicious?

Aku beli nasi yang aku suruh untuk diangetin mbak-mbak kasirnya di microwave sama makan ayam. Gak sabar dong makan ayam yang katanya "Spicy" itu, ah tapi pas aku makan nggak ada sensasi pedas-pedasnya sama sekali, nampaknya selera pedas orang Indonesia memang yang terbaik (hahaha).

Setelah kenyang makan di depan stasiun, kami menyempatkan foto dahulu disamping patung Tora San. Setelahnya, baru kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta dari Shibamata Sta menuju Tokyo Skytree sta. yang letaknya berada di Sumida.

Hari itu pukul kurang lebih 15.00 waktu setempat kami sampai di Sumida, dan berusaha mencari spot foto yang bagus dengan background Tokyo Skytree. Sebelum saling memotret diri kami masing-masing, kami sibuk membuat foto tulisan dengan background skytree (termasuk aku) (kutuliskan yang salah satunya untukmu), kusampaikan kata itu di Sumida, kamu menjawab dengan singkat, kamu terus mengontak, dinding yang coba dibangun ini mulai goyah (dan lupakan hal itu).

Kami berenam melanjutkan untuk menelusuri jalanan pinggir sungai sampai ujung, hingga mendapat spot yang bagus, kami berfoto dan bertemu teman travelling dari Hongkong untuk kami minta tolong memfotokan. Mbaknya cantik dan ramah banget :)

Kami berniat untuk menunggu skytree hingga malam, kata anak-anak lightingnya bagus kalau malam hari, tapi udah keburu nggak sabar akhirnya kami pindah tempat. Kami memutuskan untuk jalan dan masuk Tokyo Solamachi Mall untuk melihat skytree dari bawahnya langsung. Hmm sebenernya kalau mau masuk(naik ke atas skytree) kami bisa melihat keindahan Kota Tokyo di malam hari, namun gara-gara budget kami tipis, jadi kami kembali memilih untuk tidak naik ke atas (sedih, tapi aku yakin bakal balik ke sini lagi kok) (hehe).

Umirul memutuskan shalat maghrib di belakang pagar semak tempat kami duduk di depannya, sedangkan aku teman-teman lainnya lebih memilih untuk shalat di hotel saja. Sepulang dari Mal, kami memutuskan untuk kembali ke Edogawa-Ku untuk kembali ke Hotel. Kami pulang menaiki kereta lagi dari Skytree sta. Nah sebelum pulang kami selalu "men-tracking line" dahulu untuk mengetahui rute temurah (haha) "selagi ada yang murah ngapain pilih yang mahal" (semboyan anak-anak)

Sebenarnya sebelum memilih untuk menggunakan kereta, pilihan rute termurah adalah menggunakan bus. Kami jalan menyusuri jalan di Sumida menengok kanan kiri mencocokkan mana pemberhentian bus yang menuju Hirai, namun setelah kurang lebih 30 menit menunggu tanpa kepastian dan ketakutan untuk nyasar lebih besar daripada meninggikan budget transport, kami memilih untuk kembali ke skytree sta. Masuk di stasiunpun kami salah haha, yang harusnya masuk dari B2 kami masuk dari B1, ahhh dasar:(. Posisi kaki kami saat itu sudah pegal-pegal, seharian berjalan mondar-mandir. Sena selalu menghitung berapa kilometer kami sudah berjalan tiap harinya.

Kami membawa donat dari Sumida untuk makan malam hari itu, murah 1 donat hanya dihargai ¥108 untuk krim cinnamon, aku membelinya 1, teman-teman ada yang memilih rasa greentea dan adapula yang coklat, cuman agak lebih mahal ¥148.

Kami pulang, sesampainya di hotel kami langsung menyantap donat yang kami beli, bersiap tidur dan memulai tur baru di hari berikutnya


Under Tokyo Skytree (Ketika Azuzu belum tiba)
Habiba yang sedang khusyuk shalat di Yamamoto-Tei
Taishakuten Temple
Tora-San's statue (in front of Shibamata sta)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar