Cerita akhir kuliah: Bandung, 2019

By Awanda Gita - September 07, 2019

"Aku dalam kegemaranku, perjalanan malam, menuju bumi parahyangan. Menulis, tanpa melihat jelas apa yang kutulis, berbayang, kabur namun, sarat makna. Denganmu, malam dan bulan, lagi-lagi aku hanya penikmat keindahan kedua dari kalian. Sampai besok Dilan (yang namanya sengaja kusamarkan)... Kau yang kulihat di bumi yang katanya diciptakan ketika tuhan sedang tersenyum"

Hati berdegub, suasana ramai, semua ceria dan aku disambut dengan pertanyaan kecil. Ku jawab "iya sudah, hehe"

Hari itu kami berangkat pagi sekali dari Surabaya, tidur, dan menganggap bus adalah rumah kedua, sebelum akhirnya dapat benar-benar beristirahat di hotel walau semalam. Ah leganyaa.

Setelah sebelumnya sempat tidur di rumah sakit, hal sangar yang aku lakukan adalah bela-belain ikut SE :) karena alasannya simpel, aku senang ketika kumpul sama teman-temanku, walau ini cuman sebagian kecil MgO. Tidur di bus rasanya melayang, badanku masih belum lengkap terisi nyawa, tiap kali tidur lalu terbangun, terombang-ambing, rasanya seperti akan jatuh.

Aku kikuk, kukuk, kaikukukuz lzzzzzzhaha.
Gatau mau ngomong apa, memang "Indri" suka nggojloki saja. Katanya " ada obatnya di sini".

Malamnya setelah aku bangun, kira-kira jam 12-1 an teman-teman masih tidur, setelah Dosen kami menghibur seisi bus dengan live music, aku tak tahan ingin menulis sesuatu, di buku catatan kecil yang harusnya aku peruntukkan untuk mencatat selama kunjungan industri.

Pikiranku bebas, beberapa kalimat kutulis tanpa bisa kubaca, karena lampu bus padam. Suara klakson dan lampu-lampu malam dari balik jendela bus, serta obrolan para crew bus yang samar-samar mengiringi, kesyahduanku menikmati heningnya perjalanan malam itu.

Kulihat bulan, bulan baru, bulan sabit. Bulan selalu cantik, bukan begitu katamu? Bagimu dan untukmu? Aku sudah menyangka, karena kau malam yang selalu tidak sempurna tanpa adanya bulan. Aku tekankan, aku hanya penikmat keindahan saja.

Aku bisa membaca, gaya setiap perlakuanmu, tatapan, dan waktu yang sengaja kau curi untuk sekadar "ngobrol-ngobrol". Meremuk sudah, dan ini yang kesekian kalinya walau rasanya sudah biasa saja.

"Indri" lagi-lagi membuat onar, menyuruhku pindah, namun aku memarahinya dengan raut yang kusembunyikan, ingin kuhujat dia gara-gara bertingkah sebegitunya, untung semua sedang asyik makan-makan dan menikmati musik, akhirnya dia yang duduk di samping, bukan aku. Malas saja harus berusaha sendiri.

Harusnya dia sudah sadar, sesedikit mungkin apa dia belum dengar?
Aku paling nggakbisa dan nol dalam hal-hal semacam ini.

Aku berusaha mengulik topik lain bertema "jodoh" dengan mas yang di Bogor. Namun, tetap saja sulit untuk jatuh ke lainnya, masih tetap sama.

Malam terakhir, ku dengar percakapan langit dengan sang bulan, bernostalgia dengan hampir satu dasawarsa hubungan teman. Ah yasudah aku tidur saja, daripada aku marah.

Aku sudah mencoba biasa namun, ada saja yang membuat bertemu. Ketika sedang aku dalam masa sejatuh-jatuhnya, kau malah meremukkan semua harapan.

Tidak ada Dilan hari itu di Bandung -Bandung, 2019

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar