Aku emang susah rek buat ngomong langsung, bahwa ada rasa bangga, kecewa, marah, sedih, sebal dan rasa-rasa lain ke kalian, orang terdekatku selama setahun terakhir.
Jujur waktu itu, aku bimbang banget nulisin kalian di ucapan terimakasih naskah kolokiumku, orang-orang yang sebegitu sering interaksinya denganku namun masih belum bisa dibuat sebagai rumah. Kami fokus merancang visi dan misi, berjalan sambil mengendarai ego. Aku sendiri tak sampai pada beberapa yang kalian bicarakan, dan lagi aku sempat kecewa karena rumahku yang dulu dibuat hilang dari pandang. Beberapa kalian yang mungkin seharusnya menjadi tempatku belajar lebih. Aku kemudian memercayainya, memercayai pikiran positifku lagi, sampai pada titik "aku bukan apa-apa disini, dan tidak banyak berkontribusi", sampai juga pada titik "apa yang harus aku kerjakan dan apa yang bisa aku berikan lagi selama masih di sini" karena posisiku di belakang, pemberi nasehat, dan yang mana mungkin nasehatku tak didengar karena terlalu cepat dan strategis pikiran beberapa dari kalian untuk menjawab persoalan, hingga tak butuh lagi nalar pikir yang aku sampaikan. Maaf kalau berbelit, tapi aku mencoba sesantun mungkin. Kalian kutulis di lembar terimakasih naskah kolokiumku, sebagai wujud pengingat dan ekspektasiku yang sangat-sangat tinggi untuk menjadikan kalian sebagai rumah. Namun sekali lagi aku tak memaksa... :)
Kemudian tentang aku, yang beberapa waktu kemudian terlentang di kasur, tubuhku tak kuat, pikiranku menerawang banyak hal. Aku kurang bisa berdamai dengan keadaan, terlalu gampang menyimpulkan sesuatu tanpa tahu pasti apa duduk perkaranya. Terlalu mudah marah tanpa tahu alasan-alasan yang menyertainya. Tertanggal 02 November kemarin, Fira telah merobohkan dinding keegoisanku. Ternyata aku masih belum sekeras itu menaklukkan ego.
Nyatanya yang sekarang tersisa adalah kelegaan bercampur rasa bersalah karena telah marah. Menghardik teman-teman seperjuanganku, dan orang-orang yang barangkali tidak tahu kalau aku sedang marah dengannya. 2 Minggu lalu, pada posisi itu aku benar-benar tidak tahan lagi. Aku heran akan perasaan yakin dan kemudahannya membalikkan itu semua. Disisi lain, aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku telah mengambil langkah yang tepat, namun sekali lagi aku benar-benar merasa bersalah. Kami bertengkar malam itu, bukan sepertinya aku dan Rosita yang menjadi. Untungnya waktu marahku tidak bebarengan dengan Miranti. Sedang Harsa diam dan berusaha mencairkan suasana namun tak berdampak. Mohon maaf rek, Mir, Ros, H, Q, Maaf.
Misal kalau ini kuceritakan ke Miranti, pasti ia tak terima karena memaklumi semua yang aku dan Rosita rasakan, mungkin sedikit berbeda karena akupun kurang tahu sesulit apa meng-handle 3 departemen sekaligus, pasti capek. Dan kemudian Miranti pasti bilang bahwa marahku dan Rosita adalah benar. Kami berlima akan segera menyelesaikan ini semua, berpisah melalui jalan kami masing-masing. Kami ber-lima yang belum pernah bercerita sambil meminta bantuan tanpa ada rasa "tidak enak", menyemangati tanpa efek apapun, menasehati dan dibalas pertanyaannya tentang bagaimana hari-hari kalian, kami memang belum sedekat itu. Lebih luas tentang itu, ini lebih dari kami ber-lima tapi tentang seluruh manusia yang mencoba berhimpun di ruangan bawah teater B, bercat hijau yang pintu besinya naudzubillah susah banget kalau mau dibuka dan ditutup.
Seketika rasa ketidaktegaanku muncul saat mengamati orang-orang itu tertidur, rapat, menyapu lantai, berdebat di dalam sana dan musik yang diputar sekencang-kencangnya, siapa lagi kalau tidak Citra perilaku untuk yang terakhir itu?
Kepanjangan?
Mungkin malas kalian untuk membaca hal enteng yang tak berbau sospol sama sekali bagi HQ, bukan isu sosial dan jurnal bilogi juga Ros, bukan progress TA Mir, bukan tentang cintamu H. Tapi mohon maaf Q, Ros, Mir dan H. Ini bukan tentang kabem dan kawanannya saja tapi lebih dari itu.
Aku menulis seperti ini seperti tak ada tanggungan LPJ, SPJ, koreksian proposal dan hal lain yang harus kukerjakan. Sudah sampai akhir cerita. Sungguh lega mengungkapkan hal seperti ini lewat tulisan. Aku tak mau jika langsung ngomong, aku malu dan nggabisa selancar ini. Maaf ya rek dan makasih banyak atas susah, sedih, dan senangnya, jangan tinggal aku di Bulan Januari, kalau bisa ayo diselesaikan. Dan aku benar-benar berterimakasih pada kalian yang kutulis di lembar ucapan terimakasih naskah kolokiumku, semogaku pada lembar terimakasih naskah Tugas Akhirku. Semoga
0 komentar